Beranda | Artikel
Larangan Bersempit-Sempit dalam Majelis
Minggu, 10 Desember 2017

 

Larangan bersempit-sempit dalam majelis. Lihat bahasannya berikut ini.

 

Kumpulan Hadits Kitab Riyadhush Sholihin karya Imam Nawawi

Bab 129. Adab-adab Kesopanan dalam Majelis dan Teman Duduk

Hadits # 829

وَعَنْ عَمْرٍو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ جَدِّهِ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، قَالَ : (( لاَ يَحِلُّ لِرَجُلٍ أَنْ يُفَرِّقَ بَيْنَ اثْنَيْنِ إِلاَّ بِإِذْنِهِمَا )) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِي ، وَقَالَ: (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ )) .

وَفِي رِوَايَةٍ لِأَبِي دَاوُدَ : (( لاَ يُجْلِسُ بَيْنَ رَجُلَيْنِ إِلاَّ بِإذْنِهِمَا )) .

‘Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari ayahnya, dari kakeknya radhiyallahu ‘anhum, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi seseorang memisahkan di antara dua orang (dari tempat duduk keduanya), kecuali dengan izin mereka berdua.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi, ia katakan hadits ini hasan.) [HR. Abu Daud, no. 4845 dan Tirmidzi, no. 2752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.]

Dalam salah satu riwayat Abu Daud disebutkan, “Janganlah seseorang duduk di antara dua orang, kecuali dengan izin keduanya.”

 

Faedah hadits:

  1. Hadits ini mengajarkan kaum muslimin untuk menghormati hak orang lain dan tidak membuat tempat duduk yang lain menjadi sempit.
  2. Tidak boleh memotong pembicaraan orang lain tanpa izin.
  3. Tidak boleh mendengar pembicaraan dua orang yang sedang berbicara kecuali dengan izin mereka. Karena terkadang pembicaraan tersebut tidak disukai didengar oleh yang lain.

 

Hadits # 830

وَعَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ اليَمَانِ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَعَنَ مَنْ جَلَسَ وَسَطَ الحَلْقَةِ . رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ حَسَنٍ .

وَرَوَى التِّرْمِذِي عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ : أَنَّ رَجُلاً قَعَدَ وَسَطَ حَلْقَةٍ ، فَقَالَ حُذَيْفَةُ : مَلْعُونٌ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – أَوْ لَعَنَ اللهُ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – مَنْ جَلَسَ وَسَطَ الحَلْقَةِ . قَالَ التِّرْمِذِي : (( حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيْحٌ )) .

Diriwayatkan dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang duduk di tengah-tengah lingkaran (kumpulan orang). (HR. Abu dengan sanad hasan) [HR. Abu Daud, no. 4826 dan Tirmidzi, no. 2753. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if.)

Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Mijlaz bahwa ada seseorang yang sedang duduk di tengah lingkaran (kumpulan orang), Hudzaifah pun berkata, “Terlaknatlah orang itu atas lisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam”—atau—“Allah melaknat atas lisan Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang duduk di tengah lingkaran (kumpulan orang).” (HR. Tirmidzi, haditsnya hasan shahih) [HR. Tirmidzi, no. 2753. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if karena terputusnya—inqitha’–.]

 

Keterangan:

Hadits ini tidak perlu dibahas karena dha’if-nya.

 

Imam Muslim rahimahullah berkata, ”Ketahuilah–semoga Allah memberikan taufik kepadamu–bahwasaya wajib atas setiap orang yang mengerti pemilahan antara riwayat yang shahih dari riwayat yang lemah dan antara perawi yang tsiqah (terpercaya) dari perawi yang tertuduh (berdusta); agar tidak meriwayatkan dari riwayat-riwayat tersebut melainkan yang dia ketahui keshahihan periwayatnya dan terpercayanya para penukilnya, dan hendaknya dia menjauhi riwayat-riwayat yang berasal dari orang-orang yang tertuduh dan para ahli bid’ah. Dalil dari perkataan kami ini adalah firman Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. Al-Hujurat: 6)

Ayat yang kami sebutkan ini menunjukkan bahwa berita orang yang fasik gugur dan tidak diterima dan persaksian orang yang tidak adil adalah tertolak.” (Muqaddimah Shahih Muslim).

 

Hadits # 831

وَعَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الخُدْرِيِّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَقُوْلُ : (( خَيْرُ المَجَالِسِ أَوْسَعُهَا )) رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ عَلَى شَرْطِ البُخَارِي .

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan, “Sebaik-baik majelis adalah yang paling luas.” (HR. Abu Daud dengan sanad shahih sesuai syarat Bukhari) [HR. Abu Daud, no. 4820. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits hasan.]

Faedah hadits:

  1. Hendaknya dijauhi mempersempit di dalam majelis karena nantinya akan timbul saling benci dan permusuhan di antara yang berada dalam majelis. Kalau itu majelis ilmu akan hilang keberkahannya.
  2. Dianjurkan untuk memperlapang dalam duduk bermajelis. Dengan seperti ini akan membuat majelis datang berkah. Majelis tersebut pun akan timbul keakraban dan saling mencintai karena saling menyenangkan yang lainnya.

 

 

Referensi:

 Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:104-105.

Disusun di Pesantren Darush Sholihin, Ahad sore, 22 Rabi’ul Awwal 1439 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/16878-larangan-bersempit-sempit-dalam-majelis.html